Ketika KARTINI itu pergi….

Ketika Kartini itu pergi……..

4 tahun lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istriku sekarang di alam surgawi, Dia pasti sedih karena sudah meninggalkan seorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak kecil.

Begitulah yang kurasakan, karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku.

Hampir setiap hari, aku harus segera kekantor, sementara anak masih tertidur, oohh… aku harus menyediakan makanan untuknya.

Karena masih ada sisa nasi jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke kantor.

Peran ganda yang kujalani, membuat energiku terkuras. Suatu hari ketika pulang kerja aku merasa sangat lelah, hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, kemudian langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam, namun, saat merebahkan badan untuk tidur sejenak, tiba-tiba terasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat!  Kubuka selimut dan….. 1 mangkuk pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Oh…… Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian dan langsung menghujani anakku yang sedang gembira bermain dengan pukulan-pukulan ! Dia menangis, tanpa meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat :

“ayah tadi aku lapar, tapi tidak ada sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku masak mie. Akau ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie, 1 untuk ayah dan yang 1 lagi untukku, karena aku takut mienya akan dingin , jadi aku menyimpannya di bawah selimut biar tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain…. Aku minta maaf….”

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku… aku tidak ingin melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku, setelah berapa lama, aku menghampiri anakku, aku memeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian kebersihkan tumpahan mie di tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto bundanya….

1 tahun berlalu, aku mencoba, dalam periode ini untuk memusatkan perhatian dan memberi kasih sayang seorang ayah sekaligus seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur enam tahun, dan akan lulus TK.

Namun… belum lama aku sudah memukul anakku lagi, aku benar-benar menyesal…………..

Guru Tknya memberitahukan bahwa anakku absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari disekitar rumah kami, memanggil-manggil namanhya dan akhirnya menemukan dirinya disebuah toko alat tulis, sedang bermain game komputer dengan gembira. Aku marah. Membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan “aku minta maaf ayah…”

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara “pertunjukkan bakat” yang diadakan oleh sekolah,, karena diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu……

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu aku, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yang aku yakin, jika istri aku masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat aku bangga juga!

Waktu berlalu begitu cepat, 1 tahun telah lewat. Saat liburan tahun baru.. tiba – tiba kantor pos menelpon,-

Tapi astaga, anakku membuat masalah lagi….

Mereka marah-marah memberitahu bahwa anakku mengirim beberapa surat tanpa alamat.

Walaupun aku sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anakku lagi, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya, karena aku merasa bahwa anak ini sudah keterlaluan. Tapi seperti sebelumnya, di meminta maaf : “maaf, ayah….”, tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasan melakukan itu.

Setelah itu aku pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut.  Sesampai dirumah, dengan marah aku mendorong anakku ke sudut untuk mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini ? apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak tangisnya, adalah : “surat-surat itu untuk bunda…..”.

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca….. tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya : “tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yang sama?”

Jawabannya : “aku telah menulis surat buat bunda sejak dulu, tapi setiap kali mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tingi bagiku, sehingga tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotakpos, aku bisa mencapai kota tu dan aku mengirimkannya sekaligus”.

Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan…..

Aku bilang pada anakku, “ Nak, bunda sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika hendak menuliskan sesuatu untuk bunda, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai ke bunda. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan bisa tidung dengan nyenyak. Aku berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi aku membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi…. Aku jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari surat-suratnya membuat hati aku hancur…..

Bunda sayang,

Aku sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukkan Bakat’ di sekolah, dann mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukkan tersebut. Tapi bunda tidak ada, jadi aku tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah berkeliling-keliling mencari aku, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Bunda, setiap hari aku melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis dikamarnya. Aku pikir kita berdua amat sangat merindukkanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, aku rasa. Tapi bunda, aku mulai melupakan wajahmu.

Bisakah bunda muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahu dan ingat bunda ? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi bunda, mengapa engkau tidak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu tangisku tidak bisa berhenti karena aku tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tidak dapat digantikan semenjak ditinggal oleh istri aku…

sumber: http://ikatien85.wordpress.com/2010/06/08/ketika-kartini-itu-pergi/

:sorry  :mewek

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
CommentLuv badge
[+] kaskus emoticons nartzco

 
What is 2 + 6 ?
Please leave these two fields as-is:
1 Comment
Inline Feedbacks
View all comments